Minggu, 05 April 2020

Li Diinihaa

Sering kita dengar atau baca hadits Rasulullah mengenai memilih calon. Dalam hadits tersebut secara tekstual mengatakan mengenai memilih wanita yang akan dinikahi. Saya pernah membaca hadits tersebut dalam sebuah kitab hadits terjemah, shahih Bukhori atau Bulughul marom saya lupa. Saya coba cari redaksinya di internet dan sehafal saya lafadznya benar. Menurut hadits tersebut wanita itu dinikahi karena empat hal, pertama, karena hartanya. Kedua, karena keturunannya. Ketiga, karena kecantikannya dan yang keempat, karena agamanya. Dan dalam hadits tersebut, Rasulullah menyarankan untuk memilih dengan pertimbanga  agamanya.

Saya pernah menanyakan perihal tafsir "li diinihaa", karena agamnya, pada teman saya. Dia menjelaskan dengan panjang lebar. Karena menurut saya kata "li diinihaa" masih sangat umum dan luas. Lepas dari tafsiran mengenai kata itu. Menurut saya sangat sulit menerapkan hadits tersebut dalam kehidupan. Mungkin karena kita terlanjur banyak dosa. Gak usah ngomong li diinihaa dulu, kita baca saja fakta yang terjadi lebih dulu dalam keputusan, perbuatan atau dalam pertimbangan dalam pikiran kita. Kalau kita lihat cewek, jika kita berorientasi untuk mencari jodoh atau pasangan unsur apanya yang kita lihat lebih dulu atau yang kita prioritaskan? Merdu suaranya? Putih dan cantik wajahnya? Atau bawah wajahnya? Atau tingkat kekayaan keluarganya? Atau apa?

Untuk tidak melihat hal-hal tersebut lebih dulu atau tidak memprioritaskannya menurut saya sangat sulit. Misal saja ada foto 10 wanita yang kita belum kenal, terus kita di tawari mau kenalan sama yang mana? Hati dan pikiran mesti condong pada yang wajah cantik dan berkulit putih lebih dulu. Padahal cantiknya wajah tentunya tidak berkaitan dengan sikap sosial atau diinihaanya. Apalagi sekarang banyak foto yang menipu. Banyak kamera yang jahat membuat fitnah di mana-mana.

Kalau misal memilihkan orang lain mungkin akan lebih mudah. Kita bisa menilai lebih objektif dengan parameter li diinihaa. Tapi kalau untuk diri sendiri? Api berkobar.
Lalu bagaimana? Apakah memang seperti kata orang, entah ada dalilnya atau tidak, "jodoh adalah cerminan diri". Jika kita memilih si Markonah sebagai pendamping, saat belum menikah kita yakin dia yang terbaik, setelah menikah kita mengeluh, "cantiknya hanya polesan, pemarah, doyan duwit dan lain-lain". Itu mencerminkah watak kita sendiri yang memprioritaskan keduniaan terutama keinginan bawah perut.

Lalu bagimana memilih?
Allahummahdinaa yaa Hadii...



Dawung, 6 April 2020

Selasa, 10 Maret 2020

Belajar melalui Youtube

Youtube memang sering menjadi jalan saya menemukan ilmu dan pengetahuan mengenai apapun. Youtube juga yang menjadi perantara saya mengenal Mbah Nun dan Maiyah. Sesekali saya dan kita semua perlu mengirim fatihah dan berdo'a untuk entah siapa orang yang belum saya ketahui yang menemukan dan mengembangkan youtube. Bagi saya pribadi tidak perlu meriset lebih banyak mana manfaat atau mudhorotnya, yang penting saya berupaya terus mencari manfaatnya dan menghindari mudhorotnya.

Saya baru menemukan channel youtube "desakotaku" yang isinya menarik. Video-video pendek cuplikan nasehat-nasehat Mbah Nun dan Mbah Fuad, dan juga beberapa cuplikan sholawat. Perkiraan saya channel itu di kelola oleh jama'ah padhang mbulan. Itu baru perkiraan. Beberapa video yang murut saya bagus telah saya tonton. Video wirid tetes Muhammad. Apa itu tetes Muhammad? Mungkin lain kali perlu saya pelajari. Yang jelas itu wirid yang diberikan oleh Mbah Nun pada rutinan Padhang Mbulan semalam.

Selanjutnya video cuplikan ceramah Mbah Fuad yang memceritakan beliau yang sedang sakit dan menerima dengan ikhlas dan ridho kondisi sakitnya dengan berpegang pada salah satu ayat Allah. Setelah saya cari, itu adalah Qs. As Syu'ara' ayat 78 sampai 80. 
Alladzii kholaqonii fahuwa yahdiin, walladzi huwa yuth'imunii wayasqiin, waidzaa marithtu fahuwa yasyfiin...
Dia yang menciptakanku dan Dia yang memberi petunjuk. Dialah yang memberi makan dan memberi minum. Kalau aku sakit maka Dialah yang menyembuhkan.
Begitu artinya menurut penjelasan Mbah Fuad.

Dari situ jika kita mau belajar lebih dalam mungkin ayat-ayat tersebut dapat menjadi pintu. Saya mau membuat pertanyaan dari arti tiga ayat tersebut. Pertama, bagaimana bentuk petunjuk Allah? Dua, siapa saja yang Allah beri makan dan minum? Tiga, bagaimana Allah memberi makan dan minum? Empat, ada yang kelaparan, apa berarti dia tidak di beri makan dan minum oleh Allah? Lima, sakit tidak dikatakan dari Allah, tapi Allah lah yang menyembuhkan. Apa itu sakit? Enam, bagaimana Allah menyembuhkan?

Siapa yang harus menjawab? Entahlah

Dawung, 10 Maret 2020

Jumat, 06 Maret 2020

Pilihan atau Keharusan?

Beberapa hari lalu saya ngobrol dengan seorang teman perempuan mengenai perempuan, pernikahan dan fitrah wanita. Obrolan kami lewat chatting. Menurut saya pendapat teman saya itu menarik. Entah itu hanya pengetahuannya yang dia sampaikan pada saya atau memang seperti itu kesadaran dalam hatinya, yang jelas menurut saya pernyataannya bagus, baik dan benar.

Dia mengatakan bahwa dengan bahasanya yang campur aduk, seperti bahasa saya, "menikah wi lak bagi perempuan menurutku harus ikhlas menyudahi semua keinginan dunianya walaupun sek bisa dikejar setelah menikah." Dia memperjelas, "dia sebenarnya bisa juga menyamai kedudukan laki-laki tapi kembali ke fitrah seorang perempuan yang harus ikut suaminya. Padahal perempuan bisa mengejar apa yg diinginkan tp dia memilih tunduk sama suaminya setelah menikah."

Saya bertanya pada teman saya itu, apakah hal itu baginya adalah pilihan atau keharusan? Jawaban awalnya kurang memuaskan. "keharusan kalau dalam islam, pilihan kalau dalam sisi dunia." Kemudian saya perjelas dengan imajinasi jika suatu saat nanti dia berposisi tidak boleh bekerja oleh suaminya. 

Dia menjawab dengan jujur menurut saya, sesuai keinginannya pribadi yang bergelut dengan keharusan bagi perempuan yang dia yakini. "Kalau aku pribadi lebih milih kerja sebenernya tp lak suami nggak mengizinkan lebih baik berhenti kerja di rumah aja asal ada kesibukan di rumah selain ngurus keluarga jadi ya kayak kerja sampingan di rumah."

Malang, 6 Maret 2020

Kamis, 17 Oktober 2019

Menjaga Diri

Rumah beliau dari halaman depannya sudah kelihatan menarik. Terkesan klasik, saya terbayang film "origin wolverine", entah apa hubungannya. Masuk ke ruang tamu ternyata lebih menarik, dengan rak yang berisi beberapa bungkus kopi dan rak yang berisi buku. Ada juga entah lampu atau ublik yang berkobar di tempel di tembok. Bentuknya lampu dalamnya seperti apa yang berkobar.

Namanya Pak Mamad. Beliau bercerita tentang sedikit perjalanan hidupnya, kuliah di malang, kenal maiyah, pergaulannya dengan buku slilit sang kiai dan sedang Tuhan cemburu dan lain-lain. Beliau baru dua tahun menetap di banyakan, kediri. Oh iya, beliau cerita bahwa istrinya seorang editor novel dan buku puisi. Salah satu buku yang di editori istrinya yang ditunjukkan adalah novel "hati suhita" karya Khilma Anis. Ada teman saya yang ngidam novel tersebut.

Bukan buku atau ruangan pak Mamad yang mau saya omongkan. Tapi filosofi Qurais Shihab yang di paparkan oleh Pak Mamad di tengah obrolan ngalor ngidul di komunitas sanggar kedirian. Sambil ngantuk-ngantuk saya mendengarkan obrolan tiba-tiba filosofi yang dipaparkan Pak Mamad menarik perhatian saya.

Secara garis besar dan seingat saya filosofinya begini. Ada orang yang ingin mengubah dunia, dia terus berjuang dan seiring berjalannya waktu dia sadar bahwa dia tidak mampu kemudian dia menurunkan standar lingkup perjuangannya untuk mengubah negaranya. Dia terus berjuang dan seiring berjalannya waktu dia sadar bahwa dia tidak mampu dan menurunkan standarnya lagi ke wilayah yang lebih sempit, mungkin kotanya. Begitu sama seterusnya dan standarnya terus dia turunkan karena dia sadar bahwa dia tidak mampu, sampai pada akhirnya standarnya sampai pada mengubah dirinya sendiri.

Saya pernah dengar, bahwa Allah tidak membebani hamba-Nya melebihi kemampuannya. Apa ya ayatnya? Mungkin lain kali bisa di bahas lebih jelas. Ini bukan skripsi yang reverensinya harus jelas, ilmiah dan lain-lain. Di ayat lain Allah juga mengatakan Quu anfusakum wa ahlikum naaro. Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. Qs. At Tahrim ayat 6. Quu berarti fi'il amr atau kalimat perintah yang berarti jagalah atau peliharalah. Apa yang dipelihara? Anfusakum wa ahlikum, dirimu dan keluargamu. Naaro, dari api neraka.

Allah memerintahkan manusia untuk menjaga agar terhindar dari api neraka dengan mendahulukan diri sendiri sebagai medan juangnya, baru kemudian keluarga. Mungkin jika di pelajari tafsirnya lebih detail bisa muncul beragam pemahaman. Yang dimaksud ahlikum apa? Keluarga sedarah atau apa? Bagaimana upaya quu yang harus dilakukan? Tp yang jelas wilayah anfusakum di dahulukan di sebut dari pada ahlikum.

Semisal seorang guru. Apa bisa dia menyebarkan ilmu, mengajar suatu hal atau bidang tertentu sebelum dia mempelajari dan memahami terlebih dahulu apa yang akan kita ajarkan? Saya rasa tidak?
Wallahu a'lam

Dawung, 17 Oktober 2019

Selasa, 10 September 2019

Bersholawat

Julukan "Hafidhul Burdah" kepada Pak Yono dalam tulisan Mbah Nun tersebut bagi saya sama saja dengan Mbah Nun mengatakan bahwa Pak Yono adalah seorang ahli sholawat. Entah kenapa yang akrab adalah burdah, atau sebenarnya tidak hanya burdah tapi juga sholawat lain cuma yang diceritakan hanya soal burdah, entahlah.

Banyak sekali syair sholawat yang sering dilantunkan oleh umat islam. Yang sering dilantunkan di dalam istighosah misalkan, ada sholawat Nariyah, ada sholawat Munjiyat, ada sholawat Badar yang sangat populer di kalangan masyarakat nahdhiyyin, yang mana syairnya adalah karya orang indonesia. Ada juga kitab-kitab maulid, seperti maulid diba', simtudduror dan lain sebagainya.

Dr. Ade Hashman dalam bukunya yang berjudul "cinta, kesehatan dan munajat EAN" mengatakan bahwa hakikat bersholawat bukan mendo'akan agar Nabi memperoleh keselamatan, tapi justru supaya kita selamat. Dalam kitab Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi ada sebuah hadits tentang sholawat.

رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: من صلى علي صلاة صلى الله عليه بها عشرا. رواه مسلم

Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa bersholawat kepadaku sekali, maka Allah memberikan rahmat kepadanya sepuluh kali."

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: اولى الناس بى يوم القيامة اكثرهم علي صلاة. رواه الترمذي

Rasulullah saw bersabda: "Orang yang paling dekat denganku nanti pada hari kiamat, adalah mereka yang paling banyak membaca sholawat untukku."

Di situs youtube caknun.com ada video berjudul "Sholawat bagi Nasib Kita." Dalam video tersebut Mbah Nun menjelaskan bahwa kita bersholawat itu menunjukkan pada Allah bahwa kita mencintai Nabi Muhammad saw. Karena sebab kita mencintai Nabi Muhammad, maka Allah mengabulkan do'a-do'a kita.

Analogi dr. Ade Hashman mengenai sholawat adalah sebagai berikut: "Nabi Muhammad itu ibarat gelas yang penuh terisi air. Mengirim sholawat untuknya seperti menuangkan seteguk air ke gelas tersebut. Tentu air itu akan kembali tempias kepada kita." Analogi tersebut menurut saya sangat sesuai dengan hadits man sholla alayya.

Dawung, 9 September 2019

Minggu, 08 September 2019

Sekilas tentang Burdah

Entah kenapa membaca dan belajar dari tulisan Mbah Nun terasa menarik dan menyejukkan hati, walau terkadang juga bikin pusing kepala. Beberapa hari lalu Mbah Nun menulis di situs caknun.com dengan judul "Anakku Yono, Sarang Angin Burdah." Dari tulisan tersebut mungkin saya dapat memetik hal-hal posotif yang semoga membuat hidup saya lebih baik.

Dalam tulisan tersebut Mbah Nun menyebut Pak Yono sebagai "Hafidhul Burdah", orang yang hafal burdah, sholawat karya Imam Bushiri yang terdiri dari 160 bait. Mungkin berat juga bagi saya jika harus menghafal bait sejumlah itu. Burdah mempunyai cerita tersendiri yang menarik ketika proses penulisannya.

Cerita tentang burdah oleh Kiai Muzzammil, burdah adalah karya Imam Bushiri dari Iskandaria Mesir,  pada waktu itu beliau lumpuh total. Burdah pada waktu itu banyak di kritik karena banyak memakai kasroh yang mana berposisi dibawah huruf, harusnya pujian memakai harokat yang diatas huruf. Imam Bushiri menjawab kritikan tersebut, "saya tau anda semua murni mengkritik aku, tapi maaf tidak akan aku dengarkan, karena orang yang cinta itu tuli terhadap orang yang mengkritiknya."

Setelah memuji-muji Nabi Muhammad SAW Imam Bushiri menegaskan pada bait 51 dengan sya'ir "famablaghul ilmi fiihi annahu basyarun", tapi puncak pengetahuan tentang Nabi Muhammad dia itu hanyalah seorang manusia. Setelah menulis bait tersebut Imam Bushiri mengantuk dan tertidur. Dalam tidurnya tersebut Imam Bushiri mimpi di datangi Rasulullah, dan Rasulullah memerintahkan Imam Bushiri untuk melanjutkan sya'irnya, "waannahu khoiru kholqillahi kullihimi", dan ia adalah makhluk Allah yang terbaik diantara seluruh makhluk-Nya. Jadi pada bait ke 51 setengahnya karya Imam Bushiri dan setengahnya dari Rasulullah saw.

Pada waktu itulah Rasulullah mengusap seluruh badan Imam Bushiri dan diberikan sebuah kain untuk menyelimutinya yang disebut burdah. Ketika terbangun dari tidur seketika Imam Bushiri sembuh total dari lumpuhnya. Cerita tersebut disampaikan Kiai Muzzammil pada saat Bangbang Wetan dengan tema "Menanti Ajal".

Dawung, 3 September 2019

Minggu, 04 Agustus 2019

Dolan ke Rumah Pak Gatot

Kemarin saya dolan ke rumah pak Gatot salah satu aktivis SK (sanggar kedirian) yang rumahnya ada di daerah kaliombo kediri. Tujuan awal saya sebenarnya mau bertemu dengan Kang Ali yang juga aktivis Sk untuk ngobrol mengenai jamur tiram. Beliau seorang penjual sate jamur dan saya mulai merintis usaha budidaya jamur tiram, maksud hati mau kerjasama. Tapi karna beliau masih ada kepentingan lain kami janjian di rumah pak Gatot walau akhirnya gak jadi ketemu. Mungkin lain kali bisa ketemu, semoga saja.

Kembali ke tema dolan kerumah pak Gatot. Bukan kembali ke laptop. Di sana saya bersama satu teman saya, pak Zein, dan mas Zakaria. Ngobrol ngalor ngidul, ada pembahasan sedikit mengenai apa itu pengajian, pengajian dan pengkajian, bagaimana ngaji zaman kanjeng nabi, apakah para sahabat duduk manis dengan shaf tertata rapi dan kanjeng Nabi duduk di depan dengan membelakangi imaman dalam masjid dan ngedep dampar atau bagaimana. Ada juga bahasan sedikit tentang sakaratul maut dari pak Zein dan apa lagi saya lupa.

Waktu membahas ngaji zaman kanjeng Nabi pak Gatot mengajukan pertanyaan,
"Bentuke ngaji masa kanjeng Nabi kui bagimu penting gk?"
"Lak penting wes ko ndi anggonmu neliti?"
Mungkin itu beberapa pertanyaannya. Kemudian beliau menunjukkan salah satu video satu menitan yang berisi kata-kata Mbah Nun. Video tersebut berisi kata-kata simbah mengenai penyikapan terhadap ibadah mahdhoh.

Jadi yang saya tangkap dari video tersebut, ibadah itu kan ada dua macam, yaitu mahdhoh dan ghairu mahdhdoh. Itu sudah sering di dengar atau di baca dimana-mana. Ibadah mahdhoh seperti sholat dan kawan-kawan jangan di fikir dan di pertanya-tanyakan kenapa begitu, kenapa kog subuh dua rokaat sedang isya' empar rokaat, dan lain-lain. Lakukan saja karena itu perintah Allah titik.

Dawung, 5 Agustus 2019