Selasa, 10 September 2019

Bersholawat

Julukan "Hafidhul Burdah" kepada Pak Yono dalam tulisan Mbah Nun tersebut bagi saya sama saja dengan Mbah Nun mengatakan bahwa Pak Yono adalah seorang ahli sholawat. Entah kenapa yang akrab adalah burdah, atau sebenarnya tidak hanya burdah tapi juga sholawat lain cuma yang diceritakan hanya soal burdah, entahlah.

Banyak sekali syair sholawat yang sering dilantunkan oleh umat islam. Yang sering dilantunkan di dalam istighosah misalkan, ada sholawat Nariyah, ada sholawat Munjiyat, ada sholawat Badar yang sangat populer di kalangan masyarakat nahdhiyyin, yang mana syairnya adalah karya orang indonesia. Ada juga kitab-kitab maulid, seperti maulid diba', simtudduror dan lain sebagainya.

Dr. Ade Hashman dalam bukunya yang berjudul "cinta, kesehatan dan munajat EAN" mengatakan bahwa hakikat bersholawat bukan mendo'akan agar Nabi memperoleh keselamatan, tapi justru supaya kita selamat. Dalam kitab Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi ada sebuah hadits tentang sholawat.

رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: من صلى علي صلاة صلى الله عليه بها عشرا. رواه مسلم

Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa bersholawat kepadaku sekali, maka Allah memberikan rahmat kepadanya sepuluh kali."

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: اولى الناس بى يوم القيامة اكثرهم علي صلاة. رواه الترمذي

Rasulullah saw bersabda: "Orang yang paling dekat denganku nanti pada hari kiamat, adalah mereka yang paling banyak membaca sholawat untukku."

Di situs youtube caknun.com ada video berjudul "Sholawat bagi Nasib Kita." Dalam video tersebut Mbah Nun menjelaskan bahwa kita bersholawat itu menunjukkan pada Allah bahwa kita mencintai Nabi Muhammad saw. Karena sebab kita mencintai Nabi Muhammad, maka Allah mengabulkan do'a-do'a kita.

Analogi dr. Ade Hashman mengenai sholawat adalah sebagai berikut: "Nabi Muhammad itu ibarat gelas yang penuh terisi air. Mengirim sholawat untuknya seperti menuangkan seteguk air ke gelas tersebut. Tentu air itu akan kembali tempias kepada kita." Analogi tersebut menurut saya sangat sesuai dengan hadits man sholla alayya.

Dawung, 9 September 2019

Minggu, 08 September 2019

Sekilas tentang Burdah

Entah kenapa membaca dan belajar dari tulisan Mbah Nun terasa menarik dan menyejukkan hati, walau terkadang juga bikin pusing kepala. Beberapa hari lalu Mbah Nun menulis di situs caknun.com dengan judul "Anakku Yono, Sarang Angin Burdah." Dari tulisan tersebut mungkin saya dapat memetik hal-hal posotif yang semoga membuat hidup saya lebih baik.

Dalam tulisan tersebut Mbah Nun menyebut Pak Yono sebagai "Hafidhul Burdah", orang yang hafal burdah, sholawat karya Imam Bushiri yang terdiri dari 160 bait. Mungkin berat juga bagi saya jika harus menghafal bait sejumlah itu. Burdah mempunyai cerita tersendiri yang menarik ketika proses penulisannya.

Cerita tentang burdah oleh Kiai Muzzammil, burdah adalah karya Imam Bushiri dari Iskandaria Mesir,  pada waktu itu beliau lumpuh total. Burdah pada waktu itu banyak di kritik karena banyak memakai kasroh yang mana berposisi dibawah huruf, harusnya pujian memakai harokat yang diatas huruf. Imam Bushiri menjawab kritikan tersebut, "saya tau anda semua murni mengkritik aku, tapi maaf tidak akan aku dengarkan, karena orang yang cinta itu tuli terhadap orang yang mengkritiknya."

Setelah memuji-muji Nabi Muhammad SAW Imam Bushiri menegaskan pada bait 51 dengan sya'ir "famablaghul ilmi fiihi annahu basyarun", tapi puncak pengetahuan tentang Nabi Muhammad dia itu hanyalah seorang manusia. Setelah menulis bait tersebut Imam Bushiri mengantuk dan tertidur. Dalam tidurnya tersebut Imam Bushiri mimpi di datangi Rasulullah, dan Rasulullah memerintahkan Imam Bushiri untuk melanjutkan sya'irnya, "waannahu khoiru kholqillahi kullihimi", dan ia adalah makhluk Allah yang terbaik diantara seluruh makhluk-Nya. Jadi pada bait ke 51 setengahnya karya Imam Bushiri dan setengahnya dari Rasulullah saw.

Pada waktu itulah Rasulullah mengusap seluruh badan Imam Bushiri dan diberikan sebuah kain untuk menyelimutinya yang disebut burdah. Ketika terbangun dari tidur seketika Imam Bushiri sembuh total dari lumpuhnya. Cerita tersebut disampaikan Kiai Muzzammil pada saat Bangbang Wetan dengan tema "Menanti Ajal".

Dawung, 3 September 2019